HI.NET-Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksikan belum akan stabil. Bahkan dalam tiga bulan ke depan atau hingga akhir tahun nanti, rupiah dinilai masih akan bergerak melemah. Proyeksi beberapa analis mencatatkan range di Rp 14.800-Rp 15.100 per dolar AS.
Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengatakan bank sentral AS atau The Fed masih akan menaikkan bunga. Hal ini mampu membuat dolar AS menguat. “Karena memang Fed menaikan bunga di September. Desember masih menaikkan suku bunga dan belum ada tanda-tanda investor terutama hedge fund ke emerging market. Belum ada tanda-tanda inflow sampai akhir tahun,” kata David seperti dilansir CNBC Indonesia, Selasa (11/9).
Ia menjelaskan meski pemerintah sudah melakukan upaya untuk memperkuat posisi rupiah, tetapi belum akan membuahkan hasil. Di antaranya, pemerintah sudah keluarkan kebijakan terkait mpor yang dinaikkan. Namun David menilai dampaknya belum signifikan.
“Karena tergantung inflow dari dana investor ke emerging market. Inflow tergantung dari perkembangan eksternal seperti berita perkembangan negosiasi perang dagang,” tuturnya. Karena itu, dalam tiga bulan ke depan, rupiah masih akan melemah. Proyeksi rupiah per dolar AS menurut David Sumual yakni di Oktober 2018 Rp 14.900, November 2018 Rp 14.900, dan Desember Rp 15.100.
Ekonom yang juga Project Consultant di ADB, Eric Suganti memproyeksikan nilai tukar rupiah lebih moderat. Ia memproyeksikan rupiah tidak menembus nilai Rp 15 ribu. “Rupiah saya perkirakan akan ada di kisaran Rp 14.600-Rp 14.800 di akhir tahun ini,” kata Eric.
Berikut alasan yang disampaikan Eric. Menurutnya, secara umum, tekanan utama terhadap rupiah masih dari faktor eksternal, yakni great rotation: waktunya investor global panen profit dari emerging markets setelah banyak invest sejak 2008. Selain itu ada faktor normalisasi atau kenaikan suku bunga AS, risiko sentimen negatif pelaku pasar finansial global terhadap emerging market yang menular, serta risiko eskalasi perang dagang AS-China.
Sedangkan faktor internal atau domestik di antaranya current account deficit yakni kepemilikan asing yang signifikan di saham dan SBN sehingga rupiah rentan terhadap outflows, likuiditas valas yang mengetat dan terkonsentrasi di bank-bank besar, dan banyak perusahaan yang tidak fully hedge fx exposures.
“Berkaitan dengan faktor persepsi dan sentimen pasar valas dan pasar finansial global, sampai dengan FOMC meeting di 18-19 Desember 2018, rupiah dan mata uang emerging markets masih akan berada dalam tekanan,” kata Eric.
PT Bahana Sekuritas menilai nilai tukar rupiah berpotensi stabil pada Rp 15.000-Rp 15.200 per dolar AS dalam beberapa bulan ke depan. Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dan Ananka dalam risetnya menyatakan prediksi tersebut belum memperhitungkan adanya potensi koreksi lanjutan sebelum akhir tahun karena faktor eksternal.
“Dalam beberapa bulan, kita lihat rupiah berpotensi stabil di Rp 15.000-Rp 15.200/US$ tanpa memperhitungkan adanya potensi koreksi lanjutan sebelum akhir tahun karena faktor eksternal.”
Diungkapkan, depresiasi tajam rupiah dalam beberapa hari terakhir kemungkinan merupakan cerminan dari kurangnya pasokan dolar AS di pasar domestik. “Pelaku bisnis tertekan potensi adanya depresiasi lanjutan,” ujar Satria dan Ananka dalam risetnya.
Kolom Komentar: